Tuesday, December 16, 2008

Indonesia tahun 2048

I would be 45 at the time.

No, that's unnecessary.

This post will be a little bit political. So if you hate political issue, leave now.

Satu menit yang lalu, dengan susah payah, memakai internet rumah gue yang lemotnya bisa bikin tobat, gue nonton video tawuran pelajar (!!!). Gini deh, lima jam yang lalu gue masih berpikir, "Ah elah, tawuran pelajar? Ya udah gih sana sakit ya sakit aja sendiri, screw it, I'm so darn indifferent about it." Well now I changed my mind.

Mungkin ini simple ya, atau gue yang lebay. Tapi ini sebenernya masalah yang BESAR. Gue, sebagai cewek bisa bayangin, seandainya gue punya anak nanti, mau cewek atau cowok, gue nggak mau dia jadi tukang tawuran! No one was raised just to fight against people for the sake of your school's tradition! Hello? cuma bawa nama angkatan doang? Fourty years from now, saat lo udah umur hampir 60-an dan lo sakit stroke atau komplikasi, angkatan lo nggak mungkin ada di sisi lo untuk ngobatin lo, got it?

Semua tukang tawuran di sana, lo harus tau manwhores: #1. sekolah bukan negara lo, lo nggak punya kewajiban secara hukum untuk membelanya dan, #2. sekolah adalah salah satu hal yang seharusnya nggak ada aja, jadi ngapain juga lo belain. kalo lo nggak mati sih masih sukur ya. kalo lo mati? nanti mak lo ditanya, "Anaknya mati kenapa bu?" "Terbunuh di tawuran pelajar, bu." Malu dunia akhirat untuk mak lo, bapak lo terutama elo. #3. berantem itu sakit dan nyakitin orang itu dosa. idup udah susah, nggak usah tawuran aja dosa udah banyak, mau selama apa sih lo di neraka? yakin bakal betah disana, huh?

Dan gue pernah ya, iseng banget buka forum salah satu sekolah tukang ribut. ada alumninya yang bilang gini:
"Gue seneng banget dengan sekolah kita ini, sebelom masuk sini gue letoy, apa aja nerima. sekarang di kampus, gue jadi kuat, lebih jantan, punya attitude, blablabla" tai kucing.

In the proper life, you don't really need to be strong kecuali lo mau jadi kuli. gue sih ogah. gini ya, dunia ini nggak butuh pemimpin yang gede ototnya. ih boro-boro gede ototnya. bukannya tukang tawuran tuh badannya item, dekil, kurus, persis kuli ya? berarti, semua orang yang rajin tawuran adalah calon kuli masa depan.

dan gue kebayang, kalo terus kayak gini, negara kita Indonesia yang dari sekarang aja udah bapuk ini, mau bangga gitu dengan generasi kuli? No offense, kita semua butuh kuli buat bangun rumah, gedung dan lain-lain yang penting. tapi kita butuh pemimpin, ladies and gentlemen, bukan kuli. pemimpin yang memimpin dengan otak dan cinta, bukan dengan otot dan kebencian pada lawan.

Who wants to see our president someone who deserves to be kuli? Oops, nobody raise a hand.

Ooh, gue nonton di TV bahwa George W. Bush dilempar dengan sepasang sepatu oleh seorang Iraqi journalist. dan jurnalis itu sekarang ditahan. pas ngeliatnya gue ngerasa, wow, Mr. President deserves that. walaupun secara etika, hey that's not a good thing. but that cool journalist is an Iraqi man, kalo gue bayangin jadi dia, ngeliat negara gue dibom, dijajah di jaman modern gini, pria-pria dibunuh, anak kecil diajarin pegang senjata, wanita dikejar-kejar, dan dia juga kan otaknya Islam dimusuhin setengah idup sama dunia, well, gue juga akan melakukan hal yang sama. Membunuh Bush itu nggak mungkin, that's off limit. Pertama, ngebunuh itu dosa. Itu nggak diajarkan dalam Islam, mau dia kafir kek, Yahudi kek. Kedua, gue pengen ngeliat Bush mati pelan-pelan, tersiksa secara mental, fisik dan finansial, sampe dia dalam keadaan hidup segan mati tak mau.

Tahun 2048 nanti, mungkin gue udah akan bisa melihat orang-orang yang kira-kira seangkatan sama gue sekarang jadi presiden. Kita nggak mau presiden kualitas kuli, setuju? Jadi, pelajar kualitas kuli di sana, please, jangan mencalonkan diri jadi presiden.

2 comments:

  1. hahaha.. presiden kualitas kuli..
    tawuran.. oh, whose school you're talking about? *wink*
    hehehehe.. =)

    ReplyDelete
  2. rien, 2048 kan harusnya lo 55 taun hahaha. ga kebayang gue seseorang diangkatan kita yang jadi presiden nantinya..

    ReplyDelete